dimana beliau sangat memegang teguh atas nasihat yang diberikan oleh sang Ibunda tercintanya....
mudah-mudahan posting kali ini dapat memberikan cerminan bagi kita semua, khususnya bagi yang membaca artikel berikut .....
Syekh
Abdul Qadir Al-Jaylani merupakan tokoh sufi paling masyhur di Indonesia.
Peringatan Haul waliyullah ini pun selalu dirayakan setiap tahun oleh umat
Islam Indonesia. Tokoh yang diyakini sebagai cikal bakal berdirinya Tarekat
Qadiriyah ini lebih dikenal masyarakat lewat cerita-cerita karamahnya dibandingkan
ajaran spiritualnya.Terlepas dari pro dan kontra atas kebenaran karamahnya,
Biografi (manaqib) tentangnya sering dibacakan dalam majelis yang dikenal di
masyarakat dengan sebutan manaqiban.
Nama lengkapnya adalah
Abdul Qadir ibn Abi Shalih Abdullah Janki Dusat al-Jaylani. Al-Jaylani
merupakan penisbatan pada Jil, daerah di belakang Tabaristan. Di tempat itulah
ia dilahirkan. Selain Jil, tempat ini disebut juga dengan Jaylan dan Kilan.
NASAB
Sayyid Abu Muhammad Abdul Qadir dilahirkan di Naif, Jailan, Iraq, pada bulan Ramadhan 470 H, bertepatan dengan th 1077 M. Ayahnya bernama Shahih, seorang yang taqwa keturunan Hadhrat Imam Hasan, r.a., cucu pertama Rasulullah saw, putra sulung Imam Ali ra dan Fatimah r.a., puteri tercinta Rasul. Ibu beliau adalah puteri seorang wali, Abdullah Saumai, yang juga masih keturunan Imam Husein, r.a., putera kedua Ali dan Fatimah. Dengan demikian, Sayid Abdul Qadir adalah Hasaniyin sekaligus Huseiniyin.
MASA MUDASayyid Abu Muhammad Abdul Qadir dilahirkan di Naif, Jailan, Iraq, pada bulan Ramadhan 470 H, bertepatan dengan th 1077 M. Ayahnya bernama Shahih, seorang yang taqwa keturunan Hadhrat Imam Hasan, r.a., cucu pertama Rasulullah saw, putra sulung Imam Ali ra dan Fatimah r.a., puteri tercinta Rasul. Ibu beliau adalah puteri seorang wali, Abdullah Saumai, yang juga masih keturunan Imam Husein, r.a., putera kedua Ali dan Fatimah. Dengan demikian, Sayid Abdul Qadir adalah Hasaniyin sekaligus Huseiniyin.
Sejak kecil, ia pendiam, nrimo, bertafakkur dan sering melakukan agar lebih baik, apa yang disebut ‘pengalaman-pengalaman mistik’. Ketika berusia delapan belas tahun, kehausan akan ilmu dan keghairahan untuk bersama para orang saleh, telah membawanya ke Baghdad, yang kala itu merupakan pusat ilmu dan peradaban. Kemudian, beliau digelari orang Ghauts Al-A’dzam atau wali Ghauts terbesar.
Dalam terminologi kaum
sufi, seorang Ghauts menduduki jenjang ruhaniah dan keistimewaan kedua dalam
hal memohon ampunan dan ridha Allah bagi ummat manusia setelah para nabi.
Seorang ulama’ besar di masa kini, telah menggolongkannya ke dalam Shaddiqin,
sebagaimana sebutan Al Qur’an bagi orang semacam itu. Ulama ini mendasarkan
pandangannya pada peristiwa yang terjadi pada perjalanan pertama Sayyid Abdul
Qadir ke Baghdad.
Diriwayatkan bahwa
menjelang keberangkatannya ke Baghdad, ibunya yang sudah menjanda, membekalinya
delapan puluh keping emas yang dijahitkan pada bagian dalam mantelnya, persis
di bawah ketiaknya, sebagai bekal. Uang ini adalah warisan dari almarhum
ayahnya, dimaksudkan untuk menghadapi masa-masa sulit. Kala hendak berangkat,
sang ibu diantaranya berpesan agar jangan berdusta dalam segala keadaan. Sang
anak berjanji untuk senantiasa mencamkan pesan tersebut.
Begitu kereta yang
ditumpanginya tiba di Hamadan, menghadanglah segerombolan perampok. Kala
menjarahi, para perampok sama sekali tak memperhatikannya, karena ia tampak
begitu sederhana dan miskin. Kebetulan salah seorang perampok menanyainya
apakah ia mempunyai uang atau tidak. Ingat akan janjinya kepada sang ibu, si
kecil Abdul Qadir segera menjawab: “Ya, aku punya delapan puluh keping emas
yang dijahitkan di dalam baju oleh ibuku.” Tentu saja para perampok terperanjat
keheranan. Mereka heran, ada manusia sejujur ini.
Selengkapnya silahkan download pada link di bawah ini .....
Riwayat Syaikh Abdul Qodir ....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar